Tradisi Weh-wehan di Kaliwungu
Maulid Nabi Muhammad SAW, dulu waktu kecil kalo pas acara maulid atau ketuwin selalu dibelikan orang tua baju baru untuk acara weh-wehan Biasanya acara weh-wehan ditempatku dimulai pukul 02.00 siang hari. Berbagai makanan khas acara ketuwin sudah tersedia di rumah, biasanya ada sumpil (mirip lontong ukuran segitiga kecil tapi dibungkus daun bambu), lotek, bubur, mie bihun dan lain-lain. Makanan itu biasa disediakan khusus untuk acara “weh-wehan” dibulan Maulid. Tentu saja persiapan seperti itu dilakukan disetiap rumah dan biasanya hampir semua masyarakat yang beragama muslim di Kaliwungu ikut merayakan acara maulid dengan tradisi weh-wehan.
Memperingati hari lahir tidak boleh hanya sebagai kegiatan ritual semata. Tapi harus diaplikasikan atau diwujudkan dalam aktivitas nyata kita dikehidupan sehari-hari, misalnya tradisi weh-wehan atau ketuwinan yang hanya dapat kita jumpai di Kota Kaliwungu atau di wilayah Kaliwungu. Di luar kota Kaliwungu tradisi weh-wehan atau ketuwinan tidak ada.
Istilah weh-wehan berasal dari kata weweh (Bahasa Jawa) yang berarti memberi, sedangkan istilah ketuwinan berdasar dari kata tuwi atau tilek (Bahasa Jawa) yang berarti menengok atau berkunjung atau silaturohim. Jadi kata weh-wehan atau ketuwinan artinya memberi atau berkunjung atau bersilaturohim kepada tetangga, teman, kerabat, atau saudara. Tradisi ini memang intinya saling memberikan makanan kepada sesama tetangga dimana seluruh warga akan mempersiapkan berbagai hidangan makanan tradisional yang di hidangkan didepan rumah mereka masing-masih seperti sedang berjualan.
Selain tradisi weh-wehan, ada juga teng-tengan. Teng-tengan adalah semacam lampu lampion terbuat dari bilah bambu dan kertas yang di dalamnya ada lampu “sentir”. Pada awalnya bentuk lampu ini masih terbatas pada bentuk pesawat, kapal, perahu ataupun bintang. Namun seiring berjalannya waktu, kreatifitaspun tumbuh. Didalamnya pun sudah berganti nyala lampu listrik. Mereka biasa dipasang di depan rumah di bulan Maulud ini. Namun dengan berkembangnya teknologi termasuk teknologi penerangan, kini orang lebih suka memilih lampu hias warna-warni yang dinilai lebih praktis.
Selain itu ada juga makanan tradisional Khas Kaliwungu yang banyak dijumpai ketika dibulan maulid yaitu Sumpil. Sumpil itu makanan seperti ketupat tetapi bentuknya segitiga yang dibungkus dengan daun bambu, cara makannya tidak dengan sayur melainkan dengan sambal kelapa.
Tradisi weh-wehan atau ketuwinan terjadi hanya satu kali dalam setahun tepatnya pada tanggal Kelahiran Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awal. Dalam Islam juga dianjurkan agar kita selalu menjalin tali silaturahim dan saling menolong kepada saudara-saudara kita. Dengan saling memberi atau bersilaturahim akan menumbuhkan rasa kasih sayang dalam diri kita dan diantara kita. Orang yang memberi akan mendapat pahala dan ditambah rizkinya, sedangkan orang yang diberi akan selalu mendoakan kita. Tidak ada ruginya kita bersedekah. Dengan memperingati maulid nabi, bisa mengingatkan kita untuk selalu membaca shalawat (doa keselamatan untuk Nabi) karena membaca shalawat mengandung manfaat dan keutamaan. Selain itu sepatutnya kita sebagai umat islam meneladani sikap perilaku dan tutur kata yang ada pada Nabi kita Muhammad SAW.
Memperingati hari lahir tidak boleh hanya sebagai kegiatan ritual semata. Tapi harus diaplikasikan atau diwujudkan dalam aktivitas nyata kita dikehidupan sehari-hari, misalnya tradisi weh-wehan atau ketuwinan yang hanya dapat kita jumpai di Kota Kaliwungu atau di wilayah Kaliwungu. Di luar kota Kaliwungu tradisi weh-wehan atau ketuwinan tidak ada.
Istilah weh-wehan berasal dari kata weweh (Bahasa Jawa) yang berarti memberi, sedangkan istilah ketuwinan berdasar dari kata tuwi atau tilek (Bahasa Jawa) yang berarti menengok atau berkunjung atau silaturohim. Jadi kata weh-wehan atau ketuwinan artinya memberi atau berkunjung atau bersilaturohim kepada tetangga, teman, kerabat, atau saudara. Tradisi ini memang intinya saling memberikan makanan kepada sesama tetangga dimana seluruh warga akan mempersiapkan berbagai hidangan makanan tradisional yang di hidangkan didepan rumah mereka masing-masih seperti sedang berjualan.
Selain tradisi weh-wehan, ada juga teng-tengan. Teng-tengan adalah semacam lampu lampion terbuat dari bilah bambu dan kertas yang di dalamnya ada lampu “sentir”. Pada awalnya bentuk lampu ini masih terbatas pada bentuk pesawat, kapal, perahu ataupun bintang. Namun seiring berjalannya waktu, kreatifitaspun tumbuh. Didalamnya pun sudah berganti nyala lampu listrik. Mereka biasa dipasang di depan rumah di bulan Maulud ini. Namun dengan berkembangnya teknologi termasuk teknologi penerangan, kini orang lebih suka memilih lampu hias warna-warni yang dinilai lebih praktis.
Selain itu ada juga makanan tradisional Khas Kaliwungu yang banyak dijumpai ketika dibulan maulid yaitu Sumpil. Sumpil itu makanan seperti ketupat tetapi bentuknya segitiga yang dibungkus dengan daun bambu, cara makannya tidak dengan sayur melainkan dengan sambal kelapa.
Tradisi weh-wehan atau ketuwinan terjadi hanya satu kali dalam setahun tepatnya pada tanggal Kelahiran Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awal. Dalam Islam juga dianjurkan agar kita selalu menjalin tali silaturahim dan saling menolong kepada saudara-saudara kita. Dengan saling memberi atau bersilaturahim akan menumbuhkan rasa kasih sayang dalam diri kita dan diantara kita. Orang yang memberi akan mendapat pahala dan ditambah rizkinya, sedangkan orang yang diberi akan selalu mendoakan kita. Tidak ada ruginya kita bersedekah. Dengan memperingati maulid nabi, bisa mengingatkan kita untuk selalu membaca shalawat (doa keselamatan untuk Nabi) karena membaca shalawat mengandung manfaat dan keutamaan. Selain itu sepatutnya kita sebagai umat islam meneladani sikap perilaku dan tutur kata yang ada pada Nabi kita Muhammad SAW.
No comments
Post a Comment