Hampir 10 tahun terpisah adik dari kakak, bayangkan dari umur 2 tahun si adik pengin sekali bertemu kakaknya, bahkan tidak jarang si adik sampai nangis mau bertemu kakaknya, karena terlalu lama nangis hingga akhirnya ketiduran. Karena alasan ekonomi bapaknya tidak bisa mempertemukan mereka karena jarak lumayan jauh Jakarta-Banyuwangi.

Sampai suatu saat ketika si adik sudah kelas 2 SMP bapaknya baru bisa ngumpulin uang untuk pergi menemui sang kakak. Karena kasihan dengan anaknya diam-diam si bapak menabung dengan cara memasukkan uangnya di tiang bambu ditengah-tengah gubug reyotnya yang digunakan untuk menyangga atap rumahnya yang hampir roboh.

Kisah Pilu Adik-Kakak

Hari itu si adik sangat bahagia sekali karena sebentar lagi dia mau bertemu kakanya yang terpisah sejak dia masih kecil. Di dalam bis yang menuju kota Banyuwangi si adik sampai gak bisa tidur membayangkan senangnya bertemu kakaknya. Dalam perjalanan si adek selalu menanyakan kabar si kakak kepada bapaknya yang duduk bersandar dikursi dan kelihatan capek itu. Sang bapak hanya menjawab lesu karena sejak mereka berangkat dari rumah sampai dalam perjalanan ke banyuwangi yang ditanyakan si adek pertanyaannya itu-itu saja.



Hampir 18 jam mereka berdua duduk dikursi bus yang mengangkut mereka bersama penumpang lain menuju ke Banyuwangi, sampai akhirnya bus berhenti di sebuah terminal. Dengan mata berbinar bahagia si adek turun dari bus digandeng oleh bapaknya. Dengan bekal secarik kertas lusuh yang mereka bawa, mereka menyusuri jalan-jalan di kota Banyuwangi sambil sesekali menanyakan alamat rumah yang tertera di kertas tersebut kepada orang.

Setelah kira-kira 1,5 jam berjalan menyusuri jalanan berdebu di kota Banyuwangi akhirnya mereka menemukan sebuah gang kecil. Di depan gang tersebut ada papan nama kecil yang ada tulisan alamat yang sama dengan tulisan kecil di secarik kertas yang tadi dibawa si bapak. Mereka masuk gang sempit tersebut, si adek yang sejak dari terminal terlihat senang kini sepertinya sudah mulai kecapekan karena perjalanan yang cukup jauh dan tentunya sangat melelahkan, sesekali dia merengek minta digendong oleh sang bapak. Si bapak yang usianya sudah mulai udzur itu terlihat semakin tua karena capek yang menderanya, tapi karena kasihan si anak digendong juga. 15 menit kemudia dia sampai disebuah rumah sederhana yang semua pintunya terbuka lebar, sepertinya baru saja ada hajatan. Si bapak sejenak melirik secarik kertas yang dibawanya dan kemudian berganti melihat nomor rumah yang tertera di atas pintu, "nomor rumahnya sama seperti yang tertera di kertas", gumamnya dalam hati.

Sejenak si bapak melihat suasana dalam rumah dari depan pintu mereka berdiri, rumah tersebut terlihat sepi. Si bapak kemudian duduk dan meletakkan sang anak yang masih dalam gendongan. Ah... terdengar suara dari mulut si bapak yang sepertinya terlihat sangat capek.

[BERSAMBUNG]

Kisah Pilu Adik-Kakak Yang Terpisah 10 Tahun

Hampir 10 tahun terpisah adik dari kakak, bayangkan dari umur 2 tahun si adik pengin sekali bertemu kakaknya, bahkan tidak jarang si adik sampai nangis mau bertemu kakaknya, karena terlalu lama nangis hingga akhirnya ketiduran. Karena alasan ekonomi bapaknya tidak bisa mempertemukan mereka karena jarak lumayan jauh Jakarta-Banyuwangi.

Sampai suatu saat ketika si adik sudah kelas 2 SMP bapaknya baru bisa ngumpulin uang untuk pergi menemui sang kakak. Karena kasihan dengan anaknya diam-diam si bapak menabung dengan cara memasukkan uangnya di tiang bambu ditengah-tengah gubug reyotnya yang digunakan untuk menyangga atap rumahnya yang hampir roboh.

Kisah Pilu Adik-Kakak

Hari itu si adik sangat bahagia sekali karena sebentar lagi dia mau bertemu kakanya yang terpisah sejak dia masih kecil. Di dalam bis yang menuju kota Banyuwangi si adik sampai gak bisa tidur membayangkan senangnya bertemu kakaknya. Dalam perjalanan si adek selalu menanyakan kabar si kakak kepada bapaknya yang duduk bersandar dikursi dan kelihatan capek itu. Sang bapak hanya menjawab lesu karena sejak mereka berangkat dari rumah sampai dalam perjalanan ke banyuwangi yang ditanyakan si adek pertanyaannya itu-itu saja.



Hampir 18 jam mereka berdua duduk dikursi bus yang mengangkut mereka bersama penumpang lain menuju ke Banyuwangi, sampai akhirnya bus berhenti di sebuah terminal. Dengan mata berbinar bahagia si adek turun dari bus digandeng oleh bapaknya. Dengan bekal secarik kertas lusuh yang mereka bawa, mereka menyusuri jalan-jalan di kota Banyuwangi sambil sesekali menanyakan alamat rumah yang tertera di kertas tersebut kepada orang.

Setelah kira-kira 1,5 jam berjalan menyusuri jalanan berdebu di kota Banyuwangi akhirnya mereka menemukan sebuah gang kecil. Di depan gang tersebut ada papan nama kecil yang ada tulisan alamat yang sama dengan tulisan kecil di secarik kertas yang tadi dibawa si bapak. Mereka masuk gang sempit tersebut, si adek yang sejak dari terminal terlihat senang kini sepertinya sudah mulai kecapekan karena perjalanan yang cukup jauh dan tentunya sangat melelahkan, sesekali dia merengek minta digendong oleh sang bapak. Si bapak yang usianya sudah mulai udzur itu terlihat semakin tua karena capek yang menderanya, tapi karena kasihan si anak digendong juga. 15 menit kemudia dia sampai disebuah rumah sederhana yang semua pintunya terbuka lebar, sepertinya baru saja ada hajatan. Si bapak sejenak melirik secarik kertas yang dibawanya dan kemudian berganti melihat nomor rumah yang tertera di atas pintu, "nomor rumahnya sama seperti yang tertera di kertas", gumamnya dalam hati.

Sejenak si bapak melihat suasana dalam rumah dari depan pintu mereka berdiri, rumah tersebut terlihat sepi. Si bapak kemudian duduk dan meletakkan sang anak yang masih dalam gendongan. Ah... terdengar suara dari mulut si bapak yang sepertinya terlihat sangat capek.

[BERSAMBUNG]

No comments